-->
aOGEZI57OQn5yP1hBMFB2o83mW9XQR0xpYfzSrtQ

Menyusur Tapak Sejarah dan Keindahan Alam di Tanjung Naga

Pada hari minggu ini, harus melaksanakan tugas ke Kampung Watanlolo yang tergabung dalam wilayah kerja Saya. Hari Minggu kok bertugas ? Iya karena dikejar deadline Sobat. Hehehe.... 

Dalam perjalanan pulang, Saya bertemu dengan dua orang putra daerah. Saya bertanya tentang tujuan mereka. Kami mau jalan-jalan ke tanjung sana, jawab mereka. Sontak Saya membalas; tunggu...Saya ikut....!! 

Tak menunggu waktu lama, Saya Langsung memutar balik sepeda motor. 

Sepeda motor kami parkir di Watanlolo. Kami bertiga menyusur pantai ke arah barat. Saya dan Bung Delos Bakang menyebut adik Hila Bakang sebagai dosen (maksudnya sebagai guide) dalam perjalanan kami kali ini. Hehehe...yah karena Saya dan Delos baru kali ini berpetualang kesana. 

Kami tiba di ujung bagian barat pantai berpasir putih Mingar, yang panjangnya kurang lebih 5 kilo meter itu. Kita kemana dulu ini Bro Hila ? tanya Bung Delos. Sang guide menjawab : kalau kakak dong mau mendaki , mari kita menuju ke tempat yang satu ini. 

Butuh sedikit tenaga ekstra, karena untuk menuju tempat itu kami mesti menaiki bukit dengan jalan yang sedikit ekstrim. Hanya butuh waktu 15 menit. 

Kami melewati savana, lalu sampai di Elok Kubur. Disini terdapat sebuah mahkam kuno, tempat dimahkamkannya seorang pendahulu bernama Elok . mahkamnya tak seram,namun perlu untuk diulik sejarahnya. 

Elok Kubur
Areal tempat kami berdiri, dibatasi dinding batu setinggi 2 meter yang lebarnya hanya 30 centimeter langsung menghadap ke laut lepas. Kami tidak bisa berdiri di atasnya karena dibelakangnnya merupakan jurang yang amat curam . 

Elok Kubur menyajikan keindahan yang eksotis ke arah pasir putih Mingar dan ke gunung Labalekan , dan juga lumayan menguji adrenalin. 

Kami pulang melalui jalur pendakian tadi. haripun semakin siang dan rasa haus mulai menghampiri. Karena tidak membawa perbekalan, kami memutuskan untuk pergi ke sebuah mata air yang letaknya tak jauh dari ujung hamparan pasir putih ini. 

Kami masuk ke daerah pantai berbatu cadas, dengan tebing di sebelah kanan dan laut di sisi kiri. 

Beberapa menit berselang kami sampai di Wai Temetik. Pengertiannya dalam bahasa Mingar, adalah air yang menetes. Konon,air ini adalah peningalan salah satu suku yang pernah singgah di tanjung ini dalam pelariannya. 

Ada yang unik disini ! 

Areal tanjung ini merupakan hamparan savana yang tandus, namun di dalam gua ini terdapat sebuah sumber mata air walaupun hanya menetes dari sela bebatuan. Sumber air ini tidak pernah kering saat puncak musim kemarau sekalipun. Tuhan selalu baik. 

Minum air yang keluar dari sela batu dalam gua Wai Temetik
Di tempat ini,dengan mudah kita temui sarang burung walet. Sarang ini tidak terlalu dicari karena berwarna hitam. Berbeda dengan sarang walet putih yang selalu diburu karena kualitasnya. 

Saya baru pertama kali melihat sarang walet hitam langsung di alamnya. hehehe 

Masih di area ini, terdapat sebuah gua besar dengan ribuan kalong di dalamnya dan hanya bisa dilihat dari luar gua . Kami tida dapat masuk, karena jalan masuknya sangat ekstrim. 

Setelah melepas dahaga dengan cara menadahkan mulut langsung ke air yang sedang menetes dari atap gua itu, kami melanjutkan petualangan sekitar 500 meter dari tempat ini. masih di pesisir pantai barbatu. 

Target berikutnya adalah susunan batu alami yang berbentuk kepala singa. Ada juga yang menyebutnya kepala Naga. Ini fotonya. 

Batu berbentuk kepala Singa di Tanjung Naga
Tempat ini juga menyuguhkan pengalaman mancing yang baik. Kita tinggal berdiri di atas batu dan melempar umpan. Kami menggunakan alat tradisional untuk mengail dengan umpan benaran dan dengan umpan buatan. Hasilnya lumayan banyak Kakak. Demikian Adik Hila menuturkan. 

Dalam perjalanan pulang, perbincangan kami hanya tentang apakah kita akan datang lagi dengan beberapa personil tambahan sehingga bisa ada beberapa tenda yang didirikan di Elok Kubur. 

Untuk dapat menikmati sunset dan sunrise, juga akan berpetualang lebih dalam di Tanjung Naga dan Gunung Lamaingu ,lalu kuburan tentara nipon yang belum sempat kami tualangi . 
Related Posts
Wandy Punang
Senang Belajar Otodidak

Related Posts

Posting Komentar