-->
aOGEZI57OQn5yP1hBMFB2o83mW9XQR0xpYfzSrtQ

Berburu Lele Laut, Salah Satu Cara Menguji Skill Menembak di Medan Kritis.

Hari ini matahari melaksanakan tugasnya dengan sungguh, dan saya tidur di bawah pohon mangga samping rumah dengan maksud mengistirahatkan tubuh mengadapi cuaca panas yang begitu menyengat. 

Ngantuk tak segera menjemput, sementara baterei handphone mulai minta diisi. Mau recharge, tapi aliran listrik di daerah ini sedang padam. Mungkin karena ada gangguan jaringan. 

Jenuhhh.... 

Saya memutuskan untuk ke pantai. Sekedar untuk mencari udara segar? Akhg tidak. Lebih baik sekalian berburu ikan lele, agar bisa menemani nasi di meja saat makan malam tiba. Hahahha 

Oh ya, ikan yang akan saya buru ini bukanlah jenis ikan lele yang beracun itu loh ya. Lele laut di daerah ini tanpa patil. Nene moyang kami mewarisi kebisaaan memburu ikan ini turun temurun. 

Ada yang berukuran besar, kami menyebuttya Kpongu, dan ukuran kecil kami sebut Kposil. Ukuran paling besar sebesar ibu jari kaki orang dewasa dan lebih banyak berada di dalam air, sedangkan ada yang seukuran pangkal lidi dan hidup diantara sela batu, dan lebih banyak berada di luar air. 

Mudah saja menemukan yang kecil ini, tapi target saya bukan yang seukuran itu. Cari yang besar, biar ada cerita gitu loh..hahhaha 

Alat Tradisional Untuk Berburu Lele Laut.
Dahulu kala, nenek moyang kami mengunakan busur, dan anak panahnya dibuat sedemikian rupa.Sepotong kawat keras sebesar lidi dimasukan ke dalam sepotong ranting bambu , lalu dililit. Sementara ujung kawat satunya dibuat tajam. 

Namun sekarang senjata berburu itu kini tak lagi digunakan. Kami hanya butuh sebatang besi sebesar lidi, dengan panjang sekitar 60 sentimeter. Dengan selembar karet tipis yang diiris dari bekas ban dalam sepeda motor atau mobil. Ada juga yang menggunakan karet gelang. 

Karet diiikat di ujung besi, sementara ujung satunya dibuat meruncing seperti mata anak panah. Orang desa menyebutnya Sumpit. Padahal sangat berbeda jauh dengan yang digunakan orang untuk makan. Hahahhaha 

Tak butuh waktu lama menyiapkan alat tembak. saya masih butuh peralatan lainnya. Saya teringat seorang pengrajin tradisional , Om Joseph Kia Blolong. Langsung saya temukan dompet, meraih uang lima puluh ribu rupiah. Cap cus ke rumah beliau membeli kacamata selam. 

Banyak produk yang sudah jadi. beliau sudah sangat mahir dalam hal ini sehinga saya tak butuh waktu lama dalam memilih. hasil karyanya sangat cocok dan nyaman di mata spear fish amatiran seperti saya
Peralatan tempur sudah siap. Berangkatlah saya menuju pantai yang tauk jauh dari rumah. 10 menit sampai .

Pasang surut bergerak perlahan menjadi pasang naik. Ini adalah saat yang tepat untuk memburu lele laut. Ilmu yang diwariskan oleh nenek moyang di desa Lolong ini, memang masih tersimpan dalam benak saya. 

Batu demi batu saya loncati , menuju tempat yang saya target . Saya harus berhati-hati karena pantai ini penuh dengan batu-batu yang terdiri dari berbagai jenis dan ukuran. Ada yang penuh lumut sehingga amat sangat licin dan mengancam keseimbangan badan. 

Benar dugaaan saya, pada tempat pertama saya langsung dihadapkan pada dua ekor. Satu seukuran ibu jari kaki dan satu seukuran jari kelingking. Tentu saja saya memilih yang besar dong,hehehehe.  

Karet Sumpit saya tarik dengan kencang, dan bersiap menembak. sialnya ombak besar yang sebelumnya pecah di belakang saya telah menimbulkan arus kencang. Gelombang diantara sisian batu karang ikut menggoyang badan saya, dan karena itu bidikan saya berubah arah. Meleset....Lele besar  lolos dari tembakan. 

Dekat situ ada ikan lele kecil tadi, maka tanpa disadari tembakan pertama membuahkan hasil . Keberuntungan masih berpihak padaku, hhahahha. 

Di tempat perburuan pertama, 4 ekor dengan ukuran yang beragam saya amankan dalam wadah penampung ikan yang terbuat dari anyaman lontar. 

Lele laut di daerah ini hidup tidak berkoloni sehinga sukar menemukan persembunyiannya. Perburuan di tempat ini memang butuh keberanian dan menguji keterampilan menembak. 

Kita harus pintar menebak kapan arus air akan tenang, kapan ombak akan pecah, agar pandangan kita tidak terhalang oleh busa air. Arus air yang deras kadang melemparkan badan ke dinding-dinding batu karang. 

Ikan yang berhasil ditembak, kadang bisa lepas karena berontak saat Sumpit menembus kulitnya. Kadang bidikan kita terganggu oleh arus air. Bila terlalu lama membidik, ikan bisa keburu kabur. 

Total ada 19 ekor saya dapat sore itu. Mulai dari seukuran ibu jari kaki, sampai yang terkecil seukuran kelingking. Lumayan-lah buat saya yang tak biasa memburu ikan jenis ini. hehehheeh 

Semua sensasi perburuan lele ini sangat saya nikmati, dan petualangan ini akan saya ulangi. 

Beranikah sobat ikut berburu dengan ku ?
Related Posts
Wandy Punang
Senang Belajar Otodidak

Related Posts

Posting Komentar