-->
aOGEZI57OQn5yP1hBMFB2o83mW9XQR0xpYfzSrtQ

Alasan Seorang Perantau Jarang Mudik. Kamu Ada di Nomor Berapa Ya ?


Pulang ke kampung halaman merupakan suatu yang harus dimaknai sebagai sebuah kebahagian karena dapat bertemu dengan sanak saudara di kampung atau di tempat asal. 

Walau kegiatan ini menyenangkan, namun terdapat berbagai alasan yang membuat seseorang harus membatalkan niatnya. Bukan karena tidak rela meninggalkan usahanya, atau bisnisnya. Bukan juga soal tugas dari dunia pendidikan dan kerja yang menumpuk, tetapi karena beberapa alasan ini . Kamu di nomor berapa ya? 

1. Biaya transportasi yang semakin mahal. 
Merantau jauh dari kampung , lalu pada saat pergi dan pulang pastinya membutuhkan biaya yang banyak. Biaya transport yang selalu naik pada hari-hari besar keagamaan seperti ini memang ikut memberatkan para perantau. 


2. Malu kalau tidak membawa apa-apa. 
Kalaupun bisa membeli tiket pesawat atau kapal laut, ada beban mental tersendiri kalau pulang kampung bawaannya cuma tas pakian. Kalau uang sudah banyak disimpan di rekening bank sih no prolem ya. Hehhe. Perantau merasa kurang dihormati kalau ia pulang tanpa membawa sesuatu yang berharga. 

3. Pindah Agama.
Ini masih menjadi masalah bagi semua, bahwa kebebasan beragama itu sepertinya tak berlaku bagi orang-orang kampung dan orang indonesia pada umumnya. Oleh karena itu setiap perantau dimana saja yang pindah agama ikut istri atau suami, ada yang tidak berani pulang sebab bisa menjadi buah bibir orang-orang di kampung. 

4. Orang tua telah meninggal. 
Kalau ayah dan ibu sudah meninggal, ikatan dengan kampung jelas makin lemah. Keinginan untuk pulang ke kampung walaupun hanya untuk berziarah ke mahkam pun terasa semakin tipis. Mereka beranggapan bahwa dengan cara mendoakan mereka dari jauh, sudah sangat berarti tanpa harus mengunjungi pusaranya. 

5. Tidak mendapat restu dari istri juga anak. 
Istri dan anak yang lahir dan besar di kota memang sulit untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di kampung, sehingga akan muncul pernyataan dari mereka bahwa daripada susah-susah di kampung, lebih baik tetap tinggal di kota. Halo perantau, apakah kamu termasuk suami yang takut istri? 

6. Ada masalah menurut adat & tradisi.  
Seseorang yang telah melanggar adat dan telah dijatuhi sanksi adat memang menjadi beban yang harus ditunaikan . Hukum adat memang tak berakibat secara langsung kepada pelanggarnya, tapi hal ini kerap kali ditakuti oleh perantau. Tipe perantau sepertti ini , pada awal keluar dari kampung adalah untuk menghindari diri dari masalah dan tuntutan adat. Oleh karena itu, sudah pasti Ia punya ketakutan tersendiri saat akan kembali ke kampung. 

7. Ada masalah pribadi dengan orang-orang di Kampung. 
Untuk hal ini, dunia perantauan digunakan sebagai tempat mengalihkan perhatian orang-orang kampung terhadapnya. dunia perantauan dipakai sebagai tempat bersembunyi. Ia akan menunggu sampai orang-orang yang bermasalah dengannya sudah tak ada lagi di kampung, lalu setelah itu dia akan pulang. Apa kamu juga termasuk dalam alasan ini..? 

8. Sudah di generasi yang kedua. 
Hanya generasi pertama yang punya ikatan kuat dengan kampung. Generasi pertama ini lahir di kampung halaman dan tahu bahasa daerah juga memiliki kerabat dekat di kampung. Anak-anaknya sudah jadi generasi ke-dua yang kadang tidak lagi merasa sebagai orang kampung. Sulit bagi mereka untuk kembali ke kampung asal ayahnya. Generasi ketiga, keempat, dan seterusnya, akan sangat terasa sulit untuk bisa pulang ke kampung halaman, karena biasanya anak-anak kota ini kurang setuju dan berbeda pandangan dengan orang kampung. 


Beberapa alasan di atas pasti akan berbeda-beda di setiap daerah. Kalau memang kamu sudah lama tidak pulang ke kampung, sempatkanlah dirimu ke kampung tanpa membawa sesuatu yang menurutmu berharga. Keluarga di kampung tak selalu mengharapkan apa yang lebih dari sekedar kebersamaan seperti disaat hari-hari besar keagamaan. Hai kamu para perantau, pulanglah sebentar  !!!

Sumber Gambar: www.unplash.com
Related Posts
Wandy Punang
Senang Belajar Otodidak

Related Posts

Posting Komentar