-->
aOGEZI57OQn5yP1hBMFB2o83mW9XQR0xpYfzSrtQ

Untuk Ibu yang Ku Rindu di Surga Sana, Apa Kabarmu ?

Di suatu malam, aku terdiam dalam hening usai berdendang lagu tentang ibu. Keheningan malam itu terasa berbeda dari malam-malam yang lalu. Gemuruh angin timur dan kerlingan lampu minyak dari dalam rumah bercengkerama memeluk aku yang saat itu terdiam diterpa sunyi. 

Ingat akan dikau menjadi teman paling romantis, meronta dalam suara jengkrik yang bersahut mengolokku karena tak segera memainkan kembali nada indah dari gitar lapukku. Aku masih membisu di kala sahut burung malam mengitar di seputar desa ini, desa tempat ibu mengantarkan aku ke dunia sebagai kado indah untuk ayah dan putri semata wayangmu. 
Untuk Ibu yang Kurindu di Surga Sana, Apa Kabarmu ?
Photo by Ulrike May On Pixabay
Bukan kabar kesehatan yang ku terima, tapi kabar kepergianmu. Kabar yang ku terima di laut flores dalam perjalanan kembali hendak menemuimu. Kapal yang membawaku saat itu, ingin sekali ku ke ruang kemudinya dan menekan tombol gas ke power full. 

Ibu..aku menyesal tidak menemanimu di waktu sakit seperti saat kumasih duduk di Sekolah Dasar. Aku selalu tidur bersamamu di saat malam tiba walau ibu sedang sakit. Juga selalu memanggil-mangilmu di saat ibu terlelap pabila kumasih terjaga. Aku harus mencari dada ibu, bukan mencari air susu tapi untuk memastikan ibu masih bernafas. Maaf, pasti ibu baru tahu akan hal ini. Jujur, saat itu aku sangat takut kehilanganmu . 

Aku ingat Bu... sehabis ibu membantu ayah di kebun, ibu harus bergegas mengambil air di sumur yang jaraknya satu kilometer itu, demi bisa makan nasi sehabis belajar malam, dan besoknya dapat minum teh sebelum kuberangkat  sekolah. Ibu kadang marah bila saya cengeng dan nakal. Sangat marah saat saya tidak bisa menghemat air, mengambil peralatan tukang ayah, mencuri sesuatu di rumah, dan bermain sampai pakian penuh debu dan dekil . 

Apakah ibu masih ingat, saat pulang kerja sering mendapatiku tertidur di kursi meja makan ? Aku kelelahan Bu, sehabis bermain lalu pulang ke rumah dan langsung menyerbu tempat jagung titi yang biasa ibu simpan di setiap pagi. 

Ibu...Anak bungsumu ini kini sudah selesai dalam studi dan puji Tuhan sudah memiliki penghasilan. Sedikit punya tabungan hendak menggantikan kain lusuh yang ibu pakai saat mengantarkanku naik angkutan umum pagi itu. Aku ingin melihat senyum ibu menerima uang yang akan dibelanjakan untuk makan hari-hari kita. 

Aku mau ibu mencium pipiku setelah menerima sedikit rejeki dariku. Ciuman hangat yang ingin kurasa kembali seperti ciuman kala ibu mengantarku kembali pergi setelah liburan. Oh Ibu..ternyata hari itu adalah ciuman terakhir darimu. Anak laki-lakimu satu-satunya malam ini benar-benar rapuh saat mengingat ciuman itu. Ibu..bolehkah sekarang aku menitikan air mata ? 

Sejak kepergian Ibu, ayah dan nenek ditemani saudari sepupu kita. Anak perempuanmu sudah bekerja di kota, dan pulang ke rumah kita kalau ada waktu libur saja. 

Saat aku kembali dan menetap di rumah ini, ayah sudah semakin tua dan nenek juga sudah renta. Setelah ditinggal saudari sepupu, dan putrimu satu-satunya pun menikah, waktu mereka ke rumah pun sangat jarang. Nenek menjadi tangung jawab saya bersama ayah. 

Mengurus nenek adalah hal yang harus kami jalankan. Ayah mengurus nenek sebagai ibu kandungnya, dan saya mengurus nenek yang juga kuanggap sebagai ibu. Saya merawatnya sebagai ganti merawatmu. 

Nenek sudah sangat renta dan tak bisa banyak bergerak. Hanya bisa berada di dalam kamar saja. Aku, juga ayah yang harus melayaninya. Terkadang saat melayani makan, nenek selalu bertanya, “kalau kamu beri saya makan, apakah kamu juga sudah makan Ama ?”. Pertanyaan ini kadang membuat saya berpikir, mungkin nenek merasa bertanggung jawab sebagai perempuan satu-satunya yang ada di rumah ini, dan yang seharusnya mengurus segala aktivitas di dapur. 

Sampai saat ini, nenek masih merasa minder karena kami laki-laki yang harus melayaninya. Dia sangat berkeberatan bila saya dan ayah meminta untuk memandikannya, dan terpaksa kami harus menurutinya. Terkadang kami harus berlaku keras kepada nenek bila kami dalam keadaan yang tertekan. Ibu..tolong bisikan kepada Tuhan untuk mengampuni kesalahan kami berdua. 

Ketika pulang kantor, saya kadang mendapati lemari makan yang kosong dan hanya nasi yang disiapkan ayah. Maklum ayah bisa makan nasi putih berteman garam. Ibu pasti sangat ingat bahwa saya tidak bisa makan tanpa ada lauk, dan kebiasaaan itu masih berlanjut sampai sekarang. Ibu....sejak ketiadaanmu di rumah ini, saya sering terlambat makan. 

Banyak urusan di kantor dan di rumah, membuat saya merasa sangat sibuk. Urusan dapur terkadang saya lupakan karena harus berbagi waktu dengan ayah dalam mengurus usaha yang dulu dibangun bersama setelah ia mempersuntingmu. Saat kami kelelahan, kadang saya dan ayah jatuh sakit bersamaan, tapi nenek tetap kami layani sebatas kemampuan kami. 

Apabila ada orang yang bertandang ke rumah, saya merasa seperti orang yang tak beradat karena membiarkan tamu harus duduk menunggu lama. Kadang mereka pamit sebelum saya menghidangkan mereka teh. Saya tidak berbuat seperti yang engkau ajarkan kepadaku dahulu. Maaf Bu, kadang saya terlalu sibuk dan letih. 

Di saat-saat seperti inilah yang membuat saya harus segera mempersunting pendamping hidup yang dapat mengurusi hal-hal kecil ini. Juga agar kebutuhan makan dapat diatur dengan baik seperti ibu mengatur makanan saya waktu kecil dulu. 

Dia yang akan menjadi pendamping hidup telah kuperkenalkan kepada ayah. Dia baik dan cantik, gesit dan murah senyum sepertimu. Ibu pasti mengingatnya kala kami berdua berkunjung ke pusaramu. Dia pantas kan buat saya ? 

Sebentar lagi kami akan dipersatukan dalam ikatan adat. Sebenarnya ibu yang harus mendampingi ayah datang menemui orang tuanya, yang akan menyuguhkan sirih dan pinang sesuai adat kita. Tapi aku yakin bahwa ibu akan menatap dari surga dan merestui usaha saya dan ayah dalam perjalanan ini. 

Ibu....Mengapa engkau hanya datang sekali dalam mimpiku sejak kepergianmu 6 tahun yang lalu..? Aku rindu Ibu. Aku ingin melihat keadaanmu setelah tiba di surga. Karena sering ibu datang menemui ayah dalam mimpi, maka tolong ceritakan apakah sakitmu telah diangkat Tuhan ? 

Tuntunlah perjalanan aku dan ayah, agar bila saatnya nanti kita dapat berkumpul di surga. Aku akan meminta kepada Tuhan untuk berbakti kepadamu dahulu sebelum berbakti kepada-Nya. 

Saya pamit tidur Bu, karena besok saya masih harus ke kantor. Bila engkau datang malam ini, di meja kerjaku ada secarik kertas tentang luapan perasaan ini. Aku harap ibu dapat membacanya. 
Related Posts
Wandy Punang
Senang Belajar Otodidak

Related Posts

1 komentar